Menurut bahasa Yunani Kuno, etika
berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul dari kebiasaan”. Etika adalah
cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau kualitas yang menjadi studi
mengenai standar dan penilaian moral. Etika mencakup analisis dan penerapan
konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan tanggung jawab. Etika terbagi
menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi konsep etika), etika normatif
(studi penentuan nilai etika), dan etika terapan (studi penggunaan nilai-nilai
etika).
Auditing adalah
suatu proses dengan apa seseorang yang mampu dan independent dapat menghimpun
dan mengevaluasi bukti-bukti dari keterangan yang terukur dari suatu kesatuan
ekonomi dengan tujuan untuk mempertimbangkan dan melaporkan tingkat kesesuaian
dari keterangan yang terukur tersebut dengan kriteria yang telah ditetapkan.
Etika dalam
auditing adalah suatu proses yang sistematis untuk memperoleh serta mengevaluasi
bukti secara objektif mengenai asersi-asersi kegiatan ekonomi, dengan tujuan
menetapkan derajat kesesuaian antara asersi-asersi tersebut, serta penyampaian
hasilnya kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
A. Tanggung
Jawab Auditor
The Auditing Practice Committee, yang
merupakan cikal bakal dari Auditing Practices
Board, ditahun 1980, memberikan ringkasan (summary) tanggung jawab auditor:
• Perencanaan, Pengendalian dan Pencatatan. Auditor
perlu merencanakan, mengendalikan dan mencatat pekerjannya.
• Sistem Akuntansi. Auditor harus mengetahui dengan pasti sistem pencatatan
dan pemrosesan transaksi dan menilai kecukupannya sebagai dasar penyusunan
laporan keuangan.
B. Kepercayaan
Publik
Kepercayaan masyarakat umum sebagai pengguna jasa audit atas independen
sangat penting bagi perkembangan profesi akuntan publik. Kepercayaan masyarakat
akan menurun jika terdapat bukti bahwa independensi auditor ternyata berkurang,
bahkan kepercayaan masyarakat juga bisa menurun disebabkan oleh keadaan mereka
yang berpikiran sehat (reasonable) dianggap dapat mempengaruhi sikap
independensi tersebut. Untuk menjadi independen, auditor harus secara
intelektual jujur, bebas dari setiap kewajiban terhadap kliennya dan tidak
mempunyai suatu kepentingan dengan kliennya baik merupakan manajemen perusahaan
atau pemilik perusahaan. Kompetensi dan independensi yang dimiliki oleh auditor
dalam penerapannya akan terkait dengan etika. Akuntan mempunyai kewajiban untuk
menjaga standar perilaku etis tertinggi mereka kepada organisasi dimana mereka
bernaung, profesi mereka, masyarakat dan diri mereka sendiri dimana akuntan
mempunyai tanggung jawab menjadi kompeten dan untuk menjaga integritas dan
obyektivitas mereka.
C.Tanggung
Jawab Auditor kepada Publik
Profesi akuntan memegang peranan
yang penting dimasyarakat, sehingga menimbulkan ketergantungan dalam hal
tanggung-jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Dalam kode etik
diungkapkan, akuntan tidak hanya memiliki tanggung jawab terhadap klien yang
membayarnya saja, akan tetapi memiliki tanggung jawab juga terhadap publik.
Kepentingan publik adalah kepentingan masyarakat dan institusi yang dilayani
secara keseluruhan. Publik akan mengharapkan akuntan untuk memenuhi tanggung
jawabnya dengan sebaik-baiknya serta sesuai dengan kode etik professional AKDA.
D. Tanggung
Jawab Dasar Auditor
Di dalam kode etik profesional AKDA,
ada 3 karakteristik dan hal-hal yang ditekankan untuk dipertanggungjawabkan
oleh auditor kepada publik.
- Auditor harus memposisikan diri untuk independen, berintegritas, dan obyektif
- Auditor harus memiliki keahlian teknik dalam profesinya
- Auditor harus melayani klien dengan profesional dan konsisten dengan tanggung jawab mereka kepada publik.
E. Independensi
Auditor
Independensi dalam arti sempit
adalah bebas, tidak dikendalikan oleh pihak lain, tidak tergantung pada orang
lain. Independensi juga berarti adanya kejujuran dalam diri dalam
mempertimbangkan fakta dan adanya pertimbangan yang objektif tidak memihak
dalam diri auditor dalam menyatakan hasil pendapatnya.
Sikap mental independen sama pentingnya dengan
keahlian dalam bidang praktek akuntansi dan prosedur audit yang harus dimiliki
oleh setiap auditor. Auditor harus independen dari setiap kewajiban atau
independen dari pemilikan kepentingan dalam perusahaan yang diauditnya.
Dalam SPAP (IAI, 2001: 220.1)
auditor diharuskan bersikap independen, artinya tidak mudah dipengaruhi, karena
ia melaksanakan pekerjaannya untuk kepentingan umum (dibedakan di dalam hal ia
berpraktik sebagai auditor intern). Tiga aspek independensi seorang auditor,
yaitu sebagai berikut :
·
Independensi
dalam Fakta (Independence
in fact) : Artinya auditor harus
mempunyai kejujuran yang tinggi, keterkaitan yang erat dengan objektivitas.
·
Independensi
dalam Penampilan (Independence
in appearance) : Artinya pandangan
pihak lain terhadap diri auditor sehubungan dengan pelaksanaan audit.
·
Independensi
dari sudut Keahliannya (Independence
in competence) : Independensi dari sudut pandang keahlian terkait erat
dengan kecakapan profesional auditor.
Tujuan audit atas laporan keuangan
oleh auditor independen pada umumnya adalah untuk menyatakan pendapat tentang
kewajaran, dalam semua hal yang material, posisi keuangan, hasil usaha,
perubahan ekuitas, dan arus kas sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku
umum di Indonesia.
F. Regulator
Mengenai Independensi Akuntan Publik
Ada beberapa ketentuan-ketentuan
yang telah dikeluarkan oleh Bapepam antara lain adalah Peraturan Nomor:
VIII.A.2/Keputusan Ketua Bapepam Nomor: Kep-20/PM/2002 tentang Independensi
Akuntan yang Memberikan Jasa Audit Di Pasar Modal. Ketentuan tersebut memuat
hal-hal sebagai berikut:
Jangka waktu Periode Penugasan
Profesional.
- Periode Penugasan Profesional dimulai sejak dimulainya pekerjaan lapangan atau penandatanganan penugasan, mana yang lebih dahulu.
- Periode Penugasan Profesional berakhir pada saat tanggal laporan Akuntan atau pemberitahuan secara tertulis oleh Akuntan atau klien kepada Bapepam bahwa penugasan telah selesai, mana yang lebih dahulu.
kasus etika
dalam auditing
contoh kasus 1 :
PT KERETA API INDONESIA (PT KAI) terdeteksi adanya
kecurangan dalam penyajian laporan keuangan. Ini merupakan suatu bentuk
penipuan yang dapat menyesatkan investor dan stakeholder lainnya. Kasus ini
juga berkaitan dengan masalah pelanggaran kode etik profesi akuntansi. Diduga
terjadi manipulasi data dalam laporan keuangan PT KAI tahun 2005, perusahaan
BUMN itu dicatat meraih keutungan sebesar Rp6,9 Miliar. Padahal apabila
diteliti dan dikaji lebih rinci, perusahaan justru menderita kerugian sebesar
Rp63 Miliar.
Komisaris PT KAI Hekinus Manao yang juga sebagai
Direktur Informasi dan Akuntansi Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara
Departemen Keuangan mengatakan, laporan keuangan itu telah diaudit oleh Kantor
Akuntan Publik S. Manan. Audit terhadap laporan keuangan PT KAI untuk tahun
2003 dan tahun-tahun sebelumnya dilakukan oleh Badan Pemeriksan Keuangan (BPK),
sedangkan untuk tahun 2004 diaudit oleh BPK dan akuntan publik.
Hasil audit tersebut kemudian diserahkan Direksi PT
KAI untuk disetujui sebelum disampaikan dalam Rapat Umum Pemegang Saham, dan
Komisaris PT KAI yaitu Hekinus Manao menolak menyetujui laporan keuangan PT KAI
tahun 2005 yang telah diaudit oleh akuntan publik. Setelah hasil audit diteliti
dengan seksama, ditemukan adanya kejanggalan dari laporan keuangan PT KAI tahun
2005 sebagai berikut:
- Pajak pihak ketiga sudah tiga tahun tidak pernah ditagih, tetapi dalam laporan keuangan itu dimasukkan sebagai pendapatan PT KAI selama tahun 2005. Kewajiban PT KAI untuk membayar surat ketetapan pajak (SKP) pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp 95,2 Miliar yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada akhir tahun 2003 disajikan dalam laporan keuangan sebagai piutang atau tagihan kepada beberapa pelanggan yang seharusnya menanggung beban pajak itu. Padahal berdasarkan Standar Akuntansi, pajak pihak ketiga yang tidak pernah ditagih itu tidak bisa dimasukkan sebagai aset. Di PT KAI ada kekeliruan direksi dalam mencatat penerimaan perusahaan selama tahun 2005.
- Penurunan nilai persediaan suku cadang dan perlengkapan sebesar Rp24 Miliar yang diketahui pada saat dilakukan inventarisasi tahun 2002 diakui manajemen PT KAI sebagai kerugian secara bertahap selama lima tahun. Pad akhir tahun 2005 masih tersisa saldo penurunan nilai yang belum dibebankan sebagai kerugian sebesar Rp6 Miliar, yang seharusnya dibebankan seluruhnya dalam tahun 2005.
- Bantuan pemerintah yang belum ditentukan statusnya dengan modal total nilai kumulatif sebesar Rp674,5 Miliar dan penyertaan modal negara sebesar Rp70 Miliar oleh manajemen PT KAI disajikan dalam neraca per 31 Desember 2005 sebagai bagian dari hutang.
- Manajemen PT KAI tidak melakukan pencadangan kerugian terhadap kemungkinan tidak tertagihnya kewajiban pajak yang seharusnya telah dibebankan kepada pelanggan pada saat jasa angkutannya diberikan PT KAI tahun 1998 sampai 2003.
Perbedaan pendapat terhadap laporan keuangan antara
Komisaris dan auditor akuntan publik terjadi karena PT KAI tidak memiliki tata
kelola perusahaan yang baik. Ketiadaan tata kelola yang baik itu juga membuat
komite audit (komisaris) PT KAI baru bisa mengakses laporan keuangan setelah
diaudit akuntan publik. Akuntan publik yang telah mengaudit laporan keuangan PT
KAI tahun 2005 segera diperiksa oleh Badan Peradilan Profesi Akuntan Publik.
Jika terbukti bersalah, akuntan publik itu diberi sanksi teguran atau
pencabutan izin praktik.
Kasus PT KAI berawal dari pembukuan yang tidak sesuai
dengan standar yang telah ditetapkan. Sebagai akuntan sudah selayaknya
menguasai prinsip akuntansi berterima umum sebagai salah satu penerapan etika
profesi. Kesalahan karena tidak menguasai prinsip akuntansi berterima umum bisa
menyebabkan masalah yang sangat menyesatkan.
Laporan Keuangan PT KAI tahun 2005 disinyalir telah
dimanipulasi oleh pihak-pihak tertentu. Banyak terdapat kejanggalan dalam
laporan keuangannya. Beberapa data disajikan tidak sesuai dengan standar
akuntansi keuangan. Hal ini mungkin sudah biasa terjadi dan masih bisa
diperbaiki. Namun, yang menjadi permasalahan adalah pihak auditor menyatakan
Laporan Keuangan itu Wajar Tanpa Pengecualian. Tidak ada penyimpangan dari
standar akuntansi keuangan. Hal ini lah yang patut dipertanyakan.
Dari informasi yang didapat, sejak tahun 2004 laporan
PT KAI diaudit oleh Kantor Akuntan Publik. Berbeda dengan tahun-tahun
sebelumnya yang melibatkan BPK sebagai auditor perusahaan kereta api tersebut.
Hal itu menimbulkan dugaan kalau Kantor Akuntan Publik yang mengaudit Laporan
Keuangan PT KAI melakukan kesalahan.
Profesi Akuntan menuntut profesionalisme, netralitas,
dan kejujuran. Kepercayaan masyarakat terhadap kinerjanya tentu harus
diapresiasi dengan baik oleh para akuntan. Etika profesi yang disepakati harus
dijunjung tinggi. Hal itu penting karena ada keterkaitan kinerja akuntan dengan
kepentingan dari berbagai pihak. Banyak pihak membutuhkan jasa akuntan.
Pemerintah, kreditor, masyarakat perlu mengetahui kinerja suatu entitas guna
mengetahui prospek ke depan. Yang Jelas segala bentuk penyelewengan yang
dilakukan oleh akuntan harus mendapat perhatian khusus. Tindakan tegas perlu
dilakukan.
Contoh kasus 2 :
Auditor BPKP Akui
Terima Duit dari Kemendikbud
Ferdinan - detikNew
Jakarta – Auditor
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Tomi Triono mengaku menerima
duit dari anggaran kegiatan joint audit pengawasan dan pemeriksaan di
Kemendikbud. Tomi mengaku sudah mengembalikan duit ke KPK.
Tomi saat bersaksi
untuk terdakwa mantan Irjen Kemendikbud Mohammad Sofyan mengaku bersalah dengan
penerimaan duit dalam kegiatan warsik sertifikasi guru (sergu) di Inspektorat
IV Kemendikbud. Duit yang dikembalikan Rp. 48 juta.
“Saudara dari BPKP,
seharusnya melakukan pengwasan,” tegur hakim ketua Guzrizal di Pengadilan
Tipikor, Jakarta, Kamis (25/07/13).
“Kami bertugas sebagai
tim pengendali pusat, jadi harus monitoring. Jadi memang ada kesalahan,” ujar
Tomi yang tidak melanjutkan jawabannya.
Menurutnya ada 10
auditor BPKB yang ikut dalam joint audit. Mereka bertugas untuk 6 program,
diantaranya penyusunan SOP warsik, penyusunan monitoring, dan evaluasi
sertifikasi guru.
“Dari hasil audit
nasional, kita bikin summary terhadap sertifikasi. Kita simpulkan apa
permasalahan – permasalahan dari sasaran auditnya,” jelas Tomi.
Tomi juga ditanya
penuntut umum KPK terkait adanya penyimpangan penggunaan anggaran dalam joint
audit Kemendikbud-BPKP. “Itu memang kesalahan kami,” ujar dia.
Adanya aliran duit ke
Auditor BPKP juga terungkap dalam persidangan dengan saksi Bendahara
Pengeluaran Pembantu Inspektorat I Kemendikbud, Tini Suhartini pada 11 Juli
2011.
Sofyan didakwa
memperkaya diri sendiri dan orang lain dengan memerintahkan pencairan anggaran
dan menerima biaya perjalanan dinas yang tidak dilaksanakan. Dia juga
memerintahkan pemotongan sebesar 5 persen atas biaya perjalanan dinas yang
diterima para peserta pada program joint audit Inspektorat I, II, III, IV dan
investigasi Irjen Depdiknas tahun anggaran 2009.Dari perbuatannya, Sofyan
memperkaya diri sendiri yakni Rp 1,103 miliar. Total kerugian negara dalam
kasus ini mencapai Rp 36,484 miliar.
Analisis Pelanggaran
Kode Etik Auditor atas Kasus di atas:
Auditor BPKP
merupakan auditor pemerintah yang merupakan akuntan, anggota Ikatan Akuntan
Indonesia (IAI), yang dalam keadaan tertentu melakukan audit atas entitas yang
menerbitkan laporan keuangan yang disusun berdasarkan prinsip auntansi yang
berlaku umum (BUMN/BUMD) sebagaimana diatur dalam Pernyataan Standar Akuntansi
Keuangan (PSAK). Karena itu auditor pemerintah tersebut wajib pula mengetahui
dan menaati Kode Etik Akuntan Indonesia dan Standar Audit sebagai mana diatur
dalam Standar Profesional Akuntan Publik yang ditetapkan oleh IAI.
Kasus diatas
menunjukan adanya pelanggaran kode etik oleh seorang auditor dalam kasus suap
kepada auditor dalam kegiatan warsik sertifikasi guru (sergu) di Inspektorat IV
Kemendikbud.
Adapun prinsip etika
profesional auditor:
1. Tanggungjawab
Profesi : Dalam melaksanakan tanggungjawabnya sebagai profesional, setiap
anggota hrus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam
semua kegiatan yang dilaksankannya.
2. Kepentingan Publik
: Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka
pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukan
komitmen atau profesionalisme.
3. Integritas : Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggungjawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
4. Objektivitas :
Setiap anggota harus menjaga objektivitas dan bebas dari benturan kepentingan
dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya.
5. Kompetensi dan
Kehati – hatian Profesional : Setiap anggota harus melaksanakan jasa
profesionalnya dengan kehati – hatian, kompetensi dan ketekunan, serta
mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan ketrampilan
profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau
pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten
berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang palng mutakhir.
6. Kerahasiaan :
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama
melakukan jasa profesional dan tidak boleh
memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila
ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya.

7. Perilaku
Profesional : Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi
profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
8. Standar Teknis :
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar
teknis dan standar profesional yang relevan.
Dari
uraian penjelasan kode etik diatas kasus tersebut tergolong dalam pelanggaran
kode etik prinsip Tanggungjawab Profesi, integritas, objektivitas, perilaku
profesional. Hal ini menunjukan bahwa auditor tersebut tidak bekerja secara
prinsip kode etik seorang auditor, sehingga terjadinya penyimpangan yang
melanggar hukum.
Penegakan disiplin
atas pelanggaran kode etik profesi adalah suatu tindakan positif agar ketentuan
tersebut dipatuhi secara konsisten. Itulah sebabnya Peraturan Menteri Negara
Pendayagunaan Aparatur Negara nomor PER/04/M.PAN/03/2008 tanggal 31 Maret 2008
meneapkan kebijakan atas pelanggaran kode etik APIP (Aparat Pengawasan Intern
Pemerintah) ini, antara lain: Tindakan
yang tidak sesuai dengan kode etik tidak dapat diberi toleransi, meskipun
dengan alasan tindakan tersebut dilakukan demi kepentingan organisasi atau
diperintahkan oleh pejabat yang lebih tinggi. Auditor tidak diperbolehkan untuk
melakukan atau memaksa karyawan lain melakukan tindakan melawan hukum atau
tidak etis. Pimpinan APIP harus melaporkan pelanggaran kode etik oleh auditor
kepada pimpinan organisasi.
Pemeriksaan,
investigasi, dan pelaporan pelanggaran kode etik ditangani oleh Badan
Kehormatan Profesiyang terdiri dari pimpinan APIP dengan anggota yang berjumlah
ganjil dan disesuaikan dengan kebutuhan. Anggota Badan Kehormatan profesi
diangkat dan diberhentikan oleh APIP.
Auditor
APIP yang terbukti melanggar kode etik akan dikenakan sanksi oleh pimpinan APIP
atas rekomendasi dari Badan Kehormatan Profesi. Bentuk – bentuk sanksi yang
direkomendasikan oleh badab kehormatan profesi, yakni:
1. Teguran tertulis
2. Usulan
pemberhentian dari tim audit
3. Tidak diberi
penugasan audit selama jangka waktu tertentu
4. Pengenaan sanksi
terhadap pelanggaran kode etik oleh pimpinan APIP dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang – undangan yang berlaku.
SUMBER ;
marlia-dewi.blogspot.co.id/2014/11/tugas-kelompok-contoh-kasus-etika_29.html?m=1
https://www.academia.edu/5346009/Auditing_-_pelanggaran_kode_etik_dan_analisis
http://m-fahli.blogspot.co.id/2014/11/etika-dalam-auditing.html
http://emidiawati.blogspot.co.id/2014/11/tugas-2-etika-dalam-auditing.html
http://news.detik.com/read/2013/07/25/190845/2314690/10/auditor-bpkp-akui-terima-duit-dari-kemendikbud
https://astridpurnamasary.wordpress.com/2015/12/15/bab-5-etika-dalam-auditing/